Sisi Feminis Alwy Rachman


Alwy Rachman seperti ibu yang tahu anaknya menderita hanya dengan sekali tatapan. Hanya seorang ibu yang mampu melakukan itu. Dan lambat laun si anak akan percaya padanya. Menceploskan keresahan dirinya, ibarat seorang gadis sedang curhat kepada teman gadisnya. Lupa bahwa di hadapannya adalah seorang yang baru dikenalnya, tapi entah mengapa begitu lekat dengannya.


Bayi yang baru lahir hendak mencari ibu susu untuk menancapkan kekebalan di tubuhnya. Alwy Racman siap menyusuinya, memberikan gizi terbaik, pandangan baru tentang dunia dan hakikat hidup. Bagaimana seseorang mesti memiliki pondasi kuat di akal pikirannya. Sebab akal pikiran inilah yang akan mengantarkan seseorang menentukan eksistensinya. Hitam atau putih.

“Hei Gadis” atau “Hei Ladies” ucapnya acap kali bertemu denganku, kedengarannya tetap seperti Lady. Saya tahu dua kata sapaan itu juga popular bagi yang lain. Tapi itu bukan sekadar sapaan, di dalamnya terkandung kedekatan. Tengok kebiasaan rakyat Inggris, menyebut Lady di depan nama seorang perempuan, itu sapaan bagi ratu atau putri. Yah, perempuan bangsawan. Sapaan penghormatan. Seorang Alwy Rachman sangat menghargai dan menghormati perempuan. Makanya setiap perempuan adalah Lady baginya. Namun khusus bagi saya, sapaan itu sangat feminis. Seolah kita pernah dan akan membuka diskusi panjang tentang dunia dari perspektif perempuan.


Dalam forum diskusi tentang perempuan, Alwy Rachman kerap menyontohkan bagaimana kebijakan pemerintah di Timur Tengah sana mewajibkan orang tua khususnya calon ibu untuk belajar menjadi ibu. Kodrat biologis perempuan melahirkan dan menyusui tak terelakkan. Bayi yang baru keluar dari rahim akan didekatkan kepada ibunya untuk menetek, Kak Alwy bilang di situlah bahasa ibu berawal. Bahasa hanya antara Ibu dan bayinya. Makanya Kak Alwy selalu mengingatkan kita (perempuan) untuk siap menjadi IBU.


Dan sekarang wajah Kak Alwy seperti ibu yang GELISAH ingin pamit.Lebih berbinar, berenergi menyusui bayi-bayi bahkan sebelum mereka lahir. Lewat tulisan-tulisannya yang berjejaring.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maaf

Antara Ibu dan Pengantinku

Mengangkat Periode Sastra 50-an