Aku sadar dengan keputusanku. Bukannya tanpa alasan. Aku lelah, sungguh sangat lelah. Bukan fisikku, tapi batinku. Aku sudah berusaha menepisnya, "siapa tau ini egoku saja, pasti ada bayak hal yang dia lakukan, nanti juga dia cerita sama aku" bisikku dalam hati. Ini sudah terjadi beberapa minggu terakhir, berpuncak dua hari kemarin. Aku hanya ingin dia sedikit punya usaha untuk menanyakan keadaanku, tapi mana? pedulikah dia padaku? Jika hal sekecil itu saja tidak peduli bagaimana yang besar nanti. "sudalah, mungkin dia sibuk," bisikku lagi. lagi, sesampai di tempatku. hari itu, tak ada pertanyaan, "kamu sampai belum?" aku cuma butuh satu kalimat itu? mana? tak ada? Sudah pudarkah sayangnya padaku? sampai-sampai aku harus kembali kepertanyaan yang semestinya tuntas terjawab sebelum kami menjadi kita, " kamu serius kah?" " kalau serius, buktikan?"
Foto:internet Nuri Puan Marwani, anak tunggal pemilik hotel NPM sebuah tempat termegah di ibu kota negeri ini akan melansungkan pernikahan. Seantero negeri harus tahu kabar itu, Nuri telah mengumumkan waktu pernikahannya di media-media besar. Mudah saja baginya, tinggal menghubungi relasi papanya setiap orang akan senang hati mengabulkan keinginannya. Ia telah bertekad akan memutuskan sendiri tetek bengek resepsinya. Semakin dekat, dirinya kian sibuk. Tak jarang Ram harus meninggalkan pekerjaannya demi menemani calon pengantinnya itu. Ramadhani Ram, CEO NPM akan menjadi pendamping Nuri di hari resepsi. Ram memutuskan memarkir mobilnya lalu menyusuri jalan setapak. Dirinya tergoda oleh aroma rumput di taman kota yang baru saja dibasuh hujan. Ia memilih berjalan kaki sekadar menikmati dingin hujan yang sendu. Tempat tujuannya tak begitu jauh di balik taman. Kakinya terhenti ketika menemukan kursi taman di bawah pohon Ki Hujan. Sesekali sisa hujan jatuh menyentuh rambutnya. Ia dudu
“Saya merasa sejarah sastra itu tidak adil karena menghilangkan penulisan sejarah sastra 50-an” Berbicara tentang sejarah sastra di Indonesia, berarti akan membahas hasil karya sastra. Karena untuk mengetahui perkembangan sejarah sastra maka yang dikaji adalah karya-karyanya. Beberapa sastrawan di Indonesia pun membuat buku yang salah satu tujuannya mencatat sejarah perkembangan sastra di Indonesia. Seperti HB Jassin, Ajib Rosidi, Supradopo, Bakri Siregar, Joko Padopo dll. Jika membaca buku Intisari Sejarah Sastra karangan HB Jassin, atau buku Sejarah Sastra karya Ajib Rosidi dan buku yang berbicara tentang sejarah sastra lainnya, kebanyakan akan muncul pembahasan periode sastra abad ke-19. Seperti Periode 20-an atau biasa disebut angkatan bakai pustaka, periode 30-an disebut angkatan pujangga baru, periode 40-an disebut angkatan 45, periode 60-an disebut angkatan 66.
Komentar
Posting Komentar