Antara Manusia, Alam, dan Avatar

Tumbuhan dimakan oleh belalang, belalang dimakan oleh burung kecil, lalu burung kecil dimakan oleh elang, dan beberapa jenis burung dimakan oleh manusia. Manusia menjadi konsumen tertinggi di dalam rantai makanan. Demikian salah satu contoh rantai makanan yang sering kita temui di pelajaran Biologi. Pelajaran ini memberitahukan bahwa betapa besar keterhubungan antara makhluk hidup di alam sekitar kita.
Keterhubungan antar manusia dan alam sekitar
(Foto:http://mrwahid.files.wordpress.com/2013/11/rantai_makanan.gif)
Betul riset ilmu psikologi menyatakan bahwa keterhubungan antara manusia dan manusia menstimulus rasa aman dan membangun sebuah ruang psikologi sebagai bagian dari sesuatu lebih besar dari kita sendiri. Kita akan selalu merasa mendapatkan dukungan dari hubungan yang terbangun di sekitar kita. Nah berangkat dari kalimat terakhir, di dalam tulisan ini saya tidak membahas keterhubungan antara manusia dan manusia saja, akan tetapi hubungan yang terbangun di sekitar kita dalam artian hubungan manusia dan alam.
Pembahasan keterhubungan antara manusia dan alam bukan hal yang baru, namun berangkat dari tema lomba ini yakni “connected” membuat saya tertantang membagi sedikit pengalaman kecil saya sehari-hari yang hobbi nonton film animasi dan jalan-jalan ke tempat hiburan alam.
Menjaga alam menjadi pembahasan penting di dunia internasional. Kita sering mendengar slogan berbunyi back to nature (kembali ke alam). Bagaimana tidak, keseimbangan bumi hanya bisa terjaga jika manusia menjaga hubungannya dengan alam. Saya garis tebal kata balance (keseimbangan) yang berarti bahwa sebelum era teknologi berkembang, kehidupan manusia dituntut tergantung dengan alam. Karena ketergantungan itulah sehingga orang-orang terdahulu sangat piawai menjaga alam sekitar. Dan karena menjaga keseimbangan alam itulah sehingga manusia menjaga hubungannya dengan manusia lain.
Saya jadi teringat pengalaman masa kecil di daerahku Sidenreng Rappang. Ketika memasuki masa menanam padi, para tetangga wanita berbondong-bondong ke rumah nenek untuk menyiapkan kue yang akan di bawa ke bonging (tempat terjauh di daerah persawahan). Sedangkan para lelaki menyiapkan diri dengan berganti pakaian siap tempur di medan lumpur.
Suasana riang, canda dan calla (bergurau) terdengar di sepanjang jalan dengan jarak tempuh sekitar sepuluh kilometer berjalan kaki. Meski panas matahari sudah di ubun-ubun tak menyurutkan niat mereka untuk sampai di bonging. Sesampai di sana, tanpa aba-aba para lelaki mengambil bibit padi untuk di tanam di sawah. Lumpur selutut tak menjadi penghalang bagi mereka. Ketika selesai dan tiba waktu makan siang, para wanita menyiapkan santapan untuk para lelaki, lalu mencuci piring-piring di parit kecil yang airnya jernih. Sisa makanan menjadi santapan ikan-ikan kecil di parit itu.
Suasana itu menjadi memori indah yang pernah saya lalui. Di desa nenek saya, menanam padi dilakukan secara bergantian, mungkin mereka telah mengadakan rapat informal di tengah lahan sawah mengenai penjadwalan menanam padi di lahan masing-masing. Mengikuti jadwal tersebut, para tetangga sudah paham untuk bergantian menjadi tuan rumah menyiapkan bekal. Suasana gotong-royong membantu menanam padi menjadi pemandangan lumrah sebab dari padilah kehidupan mereka berlansung. Anda bisa membayangkan bagaimana mereka saling berbagi aliran air ke petak-petak sawah atau jika terjadi kemarau lalu mereka bergotong royong membuat irigasi buatan. Sebab dari alam mereka banyak belajar tentang intisari kehidupan untuk menjaga keterhubungan antarmanusia.
Salah satu adegan film Avatar
(Foto:http://images3.alphacoders.com/795/79587.jpg)
Berbicara tentang alam memang sangat luas cakupannya. Entah itu hutan, lautan, pegunungan, atau di lingkungan persawahan. Namun hal pokok yang tidak bisa dilupakan ialah keterhubungan manusia dan manusia terjadi karena adanya energi dari alam sekitar. Energi tersebut diperoleh dengan sadar dan tidak sadar. Energi keterhubungan yang diperoleh dari ketidaksadaran bisa dilihat dari peristiwa yang saya tulis di atas, keterhubungan itu terjadi secara alami. Sedangkan energi alam yang diperoleh karena kesadaran biasanya dilakukan dengan sengaja misalanya berlibur di pantai, di tempat permandian air terjun, atau para pencinta alam yang doyan naik gunung. Kita melakukan itu karena ingin mendapat energi dari alam. Sebab dekat dengan alam memberi kita rasa aman dan kebahagiaan. Sebab dari alamlah kita belajar tentang nilai-nilai kehidupan.
Benar yang tercerita di film Avatar. Film ini berkisah tentang bagaimana menjaga alam demi kelansungan kehidupan makhluk di dalamnya termasuk manusia. Dimana manusia dituntun untuk lebih memerhatikan alam daripada kepentingan percobaan kimiawi. Alam seakan-akan menaruh puncak harapan kepada manusia sebagai makhluk berfikir untuk menjaga mereka. Manusia adalah avatar sang penjaga keseimbangan.
Manusia adalah sang penjaga keseimbangan
(Foto: http://cdn.fansided.com/wp-content/blogs.dir/277/files/2013/10/avatar-land-walt-disney-world-1.jpg)

Konsep Edukasi-Hiburan ala TSM

Peragaan busana musim semi di TSM (Foto: Firga)
Kala saya magang di sebuah koran lokal Makassar tempo lalu, saya sering mendapat liputan di Trans Studio Mall. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa hampir setiap minggu TSM mengadakan even-even bagus. Even yang menggunakan konsep hiburan-edukasi. Baik tradisional maupun internasional.
Misalnya, pada bulan April lalu ada peragaan busana bertajuk musim semi. Mungkin terkesan glamor namun konsepnya memberikan pelajaran bahwa di masa Yunani Kuno, pakaian yang digunakan disesuaikan dengan kondisi alam. Masa Yunani kuno, penduduk Yunani akan mengadakan pesta pergantian musim dan mengenakan pakaian yang lebih santai. Panggung pun ditata ala Yunani Kuno. Sepanjang mata memandang kita akan menemukan warna serba hijau. Di panggung itu pun, sejumlah batang besar dibuat melengkung setengah lingkaran. Batang hijau itu dililit bunga-bunga berwarna-warni. Bunga itu disorot lampu senada dengan warna bunganya.

Dua sahabat lama Wawan (pihak TSM) dan Firga (Fotografer)
tak sengaja bertemu di TSM (Foto:Satriani M)
Pada bulan Maret lalu, di Theme Park Makassar juga ada kegiatan tentang heritage bangunan tradisional Sulawesi Selatan seperti Toraja, Luwu, Wajo, Sinjai, Bone, dan Gowa. Pada kegiatan seminar itu diceritakan tentang filosofi bangunan-bangunan tradisional. Saat itu, Adang Surjana, staf ahli Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar mengatakan bahwa pada dasarnya kosmologi rumah tradisional Bugis-Makassar hampir sama disesuaikan dengan alam sekitar yakni ruangan terdiri atas tiga susun.
“Rakkeang bagian atap mencerminkan botting langi_kehidupan atas, watang pola_ruang tengah atau ale kawa mencerminkan kehidupan di bumi, dan awa bola_bagian bawah rumah atau buri liung berlantai tanah tempat menyimpan alat-alat pertanian, memelihara ternak, anak-anak bermain, orang bertenun, dan sebagainya,” kata Adang.
Even-even seperti ini bisa memberikan pengetahuan baru bagi para pengunjung di TSM dan Theme Park Makassar. Bahwa manusia dan alam itu saling terhubung. Mungkin kegiatan bertajuk seperti ini bisa sering dilakukan oleh pihak TSM. Apalagi jika dikemas secara total dan disosialisasikan secara besar-besaran.
Kenapa orang-orang ingin berlibur di tempat alam seperti di leang-leang Kabupaten Pangkep, pemandangan batu kars di Kabupaten Maros, permandian air terjun di Bantimurung Kab. Maros, Pantai Bira di Kab.Bulukumba, atau para pencinta alam yang doyan naik gunung? Sebab itu tadi,  alam sangat berhubungan dengan manusia, alam memberikan energi besar bagi pengunjungnya.
Mungkin Theme Park Makassar bisa membuat tempat liburan alam seperti pantai, sungai, atau air terjun, orang-orang tak perlu jauh-jauh liburan ke permandian alam di berbagai daerah. Cukup satu tempat untuk semua suasana alam. Jika ada yang berfikir bahwa rasanya tidak akan sama antara buatan dan aslinya, maka jangan lupa teori mimesis yang dikeluarkan oleh Plato. Bahwa tiruan itu bisa jauh lebih indah daripada aslinya.





””

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maaf

Antara Ibu dan Pengantinku

Mengangkat Periode Sastra 50-an