Kado di Ujung Hari
Hmmmm…
Kamu dan saya melalui waktu yang tidak sebentar. Waktu bukan
sekadar menghitung berapa jam, berapa hari, berapa bulan atau berapa tahun.
Waktu kita dilengkapi oleh ruang, ruang yang punya banyak rongga, setiap rongga
berisi cerita dan saya juga kawan-kawan kita mengisi banyak rongga itu, tentang
sedih juga bahagia. Rongga itu bahkan saling berdempetan (di rumah kecil kita di kampus) dan tak punya
kesempatan untuk menyembunyikan apapun di antara kita. Tentang gaya tidurmu,
jenis bedakmu, alat mandimu, obat herbal yang sering kau bagi, buku diary yang
kamu letakkan dimana saja sehingga kami bisa dengan bebas memabacanya, atau
diriku merengek untuk makan coto tengah malam. Itulah persahabatan kita Lin.
Sahabatku Adlin,
Semua orang memang merasa dekat padamu. Kamu memberi energi
dan orang-orang menyerap energi melebihi yang kau beri. Sebab dirimu tanpa
pamrih atau mungkin tanpa sadar melakukannya. Kamu melakukan tanpa membeda, memberi
tanpa meminta. Yah, kamu melakukan halhal membahagiakan bagi orang-orang di
sekitarmu. Bagimu, setiap gerakmu mesti membuat dirimu berguna. Sehingga
sosokmu terasa melekat di hati setiap orang yang mengenalmu.
Tahun lalu, kamu meminta kepada siapapun untuk menulis
apapun tentang dirimu sebagai kado di hari ulang tahunmu, termasuk padaku. Lalu
saya mengatakan bahwa tidak akan menulis kepada orang yang meminta dirinya
ditulis. Sadis. Tapi lebih dari itu, kamu ini spesial dan unik Lin. Saya juga ingin
memperlakukanmu demikian. Melakukan hal yang tidak banyak dilakukan. Saya
memberimu dengan menunda. Kamu mungkin kecewa sebab di antara kita tak ada yang
memberi tulisan, tapi hari inilah kado itu. Kado yang berada di ujung hari. Hadiah yang sudah terpikir saban waktu. Cerita
sederhana tentang kita.
Ingatkah kamu, ketika saya memercayakan cerita tentang
orang yang saya sukai? Sebuah pertanyaan bodoh, sebab kisah ini tak mungkin
kamu lupakan, cerita ini berada di bagian rongga yang agak besar. Orang-orang
di sekeliling menilai kita saling menusuk (pasti kamu sudah mulai senyum-senyum).
Yah, memang ini kisah terlucu yang pernah kita lalui. Waktu itu, saya ingin
marah padamu namun tak pernah terjadi, karena kamu adalah Adlin si manja. Kamu memanggilku untuk
membicarakannya, mengucapkan kalimat-kalimat manja padaku. Mungkin kamu tak sadar
melakukannya, tapi bagiku, kamu berubah jadi sangat manja. Saat itu, sepertinya
kamu telah menjadi penyihir. Yah, kamu membuat saya menyayangi persahabatan
kita melebihi rasa sukaku padanya.
Lina…
(kusebut sebab kamu tak suka nama itu, tapi sayang saya
menganggapmu perempuan tulen)
Kamu memang menjadi perempuan kuat. Membuat mata laki-laki
menjadi iri dengan maskulinmu. Power itu kamu benihkan lalu tertebar kepada siapa saja. Menginsipirasi
banyak perempuan untuk membongkar dogma tradisional dalam budaya kita. Memahat
dengan cantik model perempuan masa kini. Kamu adalah simbol perempuan
nusantara. Perempuan yang mencintai nusantara kita dengan ragamu. Mengenalkan keindahan
dan kekayaan negara kita dengan cara sederhana namun bisa mengetuk hati siapa saja.
Di sisi lain, kemanjaanmu tak dapat kamu sembunyikan. Ketika
bertemu bunda lalu memeluknya, atau merengek dibelikan jajanan seperti anak
kecil. Tapi karena keberanianmu menjadi diri sendiri membuat orang berbalik
manja padamu. Sehingga kamu dan setiap orang bisa saling bermanja-manjaan.
Akh, cerita ini tidak akan habis kawan…takkan pernah habis…
Sekali lagi saya ingin mengatakan kamu ini spesial dan unik.
Teruslah…teruslah demikian kawan. Persahabatan polos kita, jangan pernah
berubah dimakan usia, ruang, dan waktu.
_Ria_
Komentar
Posting Komentar