Indonesia Butuh Pemimpin Yang Tegas

Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kita dituntut untuk berdiri di barisan depan membela kepentingan masyarakat. Disisi lain ada pula benturan kepentingan politik dan pribadi, hal ini yang terkadang membuat kita kehilangan nilai-nilai moral sebagai seorang manusia. Berikut petikan wawancara Satriani dari identitas dengan La Ode Ida, anggota DPR RI, diselah acara Seminar “Bicara tentang Akar Demokrasi Indonesia”, Selasa (31/8) lalu

1.Berbicara tentang politik di Indonesia, bagaimana anda melihat perpolitikan yang seharusnya?
Seharusnya politik itu didasari oleh nilai-nilai moral, nilai religius yang berorientasi pada rakyat, politik itu bekerja bukan untuk diri sendiri tetapi untuk orang lain yaitu rakyat.

2.Jika seperti itu, bagaimana anda melihat realitanya saat ini di Indonesia?
Politik Indonesia sekarang lebih menitikberatkan pada kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Sikap seperti ini yang dimiliki sebagian anggota dewan, mereka bekerja untuk mengejar pangkat dan kedudukan, kekuasaan dan materi menjadi prioritasnya. Mereka kebanyakan telah bersikap pragmatis untuk kepentingan rakyat. Makanya negara kita mengalami kesalahan sistemik, dan yang lebih kronis lagi adalah negara dikendalikan oleh orang-orang seperti itu.

3.Pada salah satu pemberitaan, anda mengatakan bahwa Indonesia adalah negara mafia, bagaimana anda bisa berpandangan seperti itu?
Itu merupakan judul buku saya. Saya berpendapat bahwa yang bekerja di negara ini adalah kelompok-kelompok yang mengejar kepentingan pribadi, tidak beorientasi pada rakyat. Uang rakyat mereka ambil melalui mekanisme yang seakan-akan membuat sistem tersebut menjadi sah. Misalnya saja saat mengambil kebijakan tentang anggaran daerah, biasanya akan ada sistem lobi yang terjadi. Nah salah satu syarat agar tawaran daerah bisa lolos ya uang. Jika daerah ingin mendapatkan uang yang lebih banyak, mereka pun harus mengeluarkan uang yang besar terlebih dahulu.


4.Jadi menurut anda mafia politik itu yang bagaimana?
Keputusan itu di sahkan oleh ketuk palu dari para politisi. Jika palu diketuk oleh orang-orang yang mengambil keuntungan dengan mengatas namakan jabatan, itu yang disebut mafia. Misalnya kepala daerah, jika dia menginginkan usulan anggarannya disepakati di dewan, akan ada proses transaksional yang membuatnya mengeluarkan ongkos. Biasanya dia akan mendagangkan daerahnya, ini berarti telah ada jaringan-jaringan yang merusak sistem yang seharusnya.

Nah jaringan ini yang disebut mafia. Hal-hal yang baik diabaikan bahkan orang yang baik cenderung terisolir, itu problem kita yang gamang saat ini. Maka ketika negara dikelola oleh para pengasuh kebijakan yang moralitasnya buruk maka pada saat itu kita sedang terancam.

5.Jadi apa solusi yang anda tawarkan bagi “aktor-aktor” yang demikian?
Sebetulnya kegiatan reformasi, itu terlalu lunak, mungkin revolusi itu lebih akan terasakan. Tapi itu butuh biaya yang sangat besar, yang saya maksud bukan revolusi berdarah. Tetapi revolusi budaya, revolusi aktor, jadi hentikan semua aktor yang terlibat sekarang ini. Yang sehat mengambil alih kembali atau mengidentifikasikan kesejahteraan total negara, itu yang paling keras.

6.Selain aktor-aktor yang Anda maksud, apa lagi yang perlu secara tegas dibenahi?
Selanjutnya perlu adanya ketegasan dari presiden. presiden sekarang ini terlalu lembek, tidak tegas. Ketidaktegasannya itu membuat semua kejahatan yang ada dalam negara tidak bisa diselesaikan. Terlalu ragu, banyak kompromi dan sebagainya. Harusnya yang kita butuhkan adalah Presiden yang tegas dan bijaksana.

7.Lantas presiden seperti apa yang dinilai tepat?
Dulu saya bayangkan SBY adalah sosok tepat memimpin Indonesia. Karena beliau dipilih oleh lebih dari 60% rakyat Indonesia. Tapi nyatanya banyak kekecewaan yang turut dirasakan rakyat. Contohnya saja kasus dengan Malaysia, Indonesia seolah-olah bukan merupakan suatu pemerintahan. Padahal kita negara yang berdaulat tapi kita seperti menjadi negara terjajah atau kita punya pemimpin yang penakut. Sehingga negara kita penakut, padahal kita negara yang besar.

Ini yang dikatakan sangat lunak, artinya kalau kondisi seperti ini terus terjadi, kita tidak bisa berharap ada perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Itu tidak mungkin terjadi karena memang kita sudah masuk pada perangkat reformasi yang jaringannya kotor, dan pemimpin yang ragu.

Makanya kedepan menurut saya kita harus melahirkan pemimpin yang front actor atau front figur. Kita tidak perlu menakar kekuatan seorang pemimpin negara, gunakanlah otoritas publik tanpa memaksa semua pihak untuk tunduk pada pemimpin yang bijaksana dalam pengambilan keputusan.

8.Lalu, bagaimana Anda memandang aksi-aksi mahasiswa selama ini?
Gerakan mahasiswa menjadi pragmatis, seperti sebuah otonomi daerah itu sangat terkotak-kotak dan sangat temporer. Kayaknya bukan aksi-aksi mahasiswa yang perlu ditonjolkan sekarang tapi aktivitas mahasiswa untuk profesionalisme, misalnya pengkaderan intelektual yang perlu diperhatikan. Karena kalau gerakan mahasiswa tanpa ideologi itu mubazir.

Gerakan yang hanya temporer dan pragmatis apalagi dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang punya kepentingan. Emosional antar kelompok juga menjadi sangat merugikan mahasiswa itu sendiri. Sehingga rakyat bisa tidak percaya pada gerakan-gerakan mahasiswa yang tidak punya visi dan misi. Kalau pada masa Soeharto jelang reformasi itu ada coment inemie, tetapi ternyata sekarang ini tidak ada.


9.Tidak dipungkiri, penanaman ideologi itu ada sejak kita mahasiswa baru, cuma kita dihadapkan pada persoalan akademik yang tetap menjadi tanggung jawab, makanya kadang terjadi pembenturan bagi mahasiswa yang tidak mampu mengatur diri sendiri. Bagaimana menurut bapak?
Yang utama saat ini adalah bukan bagaimana gerakan mahasiswa, tapi bagaimana menanamkan moral mahasiswa itu sendiri untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk. Setelah itu akan terseleksi dan teruji moralistasnya dan itu memerlukan waktu yang sangat panjang. Mahasiswa juga harus tekun belajar sesuai bidang ilmu dan menguasai minimal satu bahasa asing. Karena kedepan persaingannya bukan hanya di Makassar, tapi akan ada persaingan global. Sehingga mulai dari sekarang perlu ditingkatkan kapasistas-kapasitas setiap individu .

10.Bukankah tugas mahasiswa juga adalah sebagai social control, dan salah satu bentuk kontrolnya itu adalah dengan melakukan gerakan ketika terjadi kebijakan yang merugikan rakyat?
Sekali lagi yang harus bergerak adalah mereka yang sudah teridentifikasi sebagai kekuatan yang solid dan punya moralitas yang kuat, kalau tidak, akan terpecah. Jebakan ideologis pada saat masuk kampus, itu juga kerap terjadi. Sering kali kalangan mahasiswa terpengaruh, terjebak pada satu kekuatan ideologi dan kemudian menjelma masuk kedalam tataran suprastruktur negara atau infrastuktur politik.

misalnya aktivis teman-teman yang membawa panji-panji agama, sebenarnya itu bagus sekali tapi ketika dia masuk pada sebuah partai politik malah membangun nilai ketabligkan, kepasrahan, ketundukan, kepanutan menjadi jamaah sebuah partai politik maka itu menjadi sebuah pembodohan mahasiswa. Kenapa, orang tidak bahwa para elit diatas sebetulnya adalah kalangan politisi dengan karakter seperti yang saya sebutkan tadi karakter yang tidak ideal.

Mereka mencoba menanamkan doktrin pada massa termasuk pada mahasiswa agar tunduk pada apa yang mereka katakan. Padahal, belum tentu semua itu benar, yang terpenting adalah adanya keseimbangan antara ilmu dan agama yang salin mengait, atau lebih dikenal sebagai holistic eduacation.

I'm a member of The House of Regional Representatives of The Republic of Indonesia ( DPD-RI ) 2004 - 2009 for South East Sulawesi. Also in charge as the Deputy Speaker of DPD-RI.

Jenis Kelamin: Laki-laki
Tanggal Lahir: 12 Maret
________________________________________
Anak-anak: Fadhilah Al-Atsariyyah

Status Hubungan: Sudah Menikah
________________________________________
Mencari: Persahabatan
Jaringan
________________________________________
Kota Sekarang: Jakarta, Indonesia

Kota Asal: Jakarta, Indonesia

Pandangan Politik: Independent Citizens Movement

Agama: Islam (sunni)

Tulisan ini sudah di terbitkan : http://www.identitasonline.net/2010/12/indonesia-butuh-pemimpin-yang-tegas.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maaf

Antara Ibu dan Pengantinku

Mengangkat Periode Sastra 50-an