Resensi

LARASATI
Karya : Pramoedya Ananta Toer
Siapa yang tidak kenal Larasati? Parasnya cantik. Matanya indah, beralis tebal, rambut bergelombang panjang, kulit putih, tingginya semampai. Sempurna untuk ukuran seorang putri raja.
Namun, dia bukan dari keturunan bangsawan. Ara sapaan akrabnya berasal dari sebuah desa terpencil mengadu nasib ke Jakarta demi keberlansungan hidupnya dan sorang ibu yang sangat ia sayangi.
Ketika itu, Ara yang masih gadis bertemu dengan seorang laki-laki yang bisa dikatakan seumuran dengan om-om. Om itu mengajak Ara untuk meninggalkan desanya dan dijanjikan akan dijadikan seorang artis terkenal. Ara belia pun tergiur dengan kata-kata itu.
Suatu ketika Ara disuru datang ke suatu tempat oleh Si Om itu. Disanalah Ara belia terenggut keperawanannya. Namun, Ara tak merasa bersalah telah melakukan itu sebab telah diiming-imingkan akan dijadikan orang terkenal.
Ara pun lari dari rumah dan pergi ke Jakarta. Beberapa tahun kemudian, Ara sudah sering tampil di layar televisi dan digemari oleh banyak orang. Ara kini menjadi artis terkenal.
Tak terasa, Ara merindukan kampung halamannya. Namun, karirnya memanggilnya terus untuk tampil sebagai pemeran utama layar lebar. Yang di sayangkan, ditengah gemerlap kehidupannya, para pejuang kemerdekaan di luar sana sedang angkat senjata untuk melawan penjajahan di negeri Indonesia.
Ara merasa ciut. Betapa tersiksanya selama ini menjadi antek-antek kepuasan kolonial sedangkan saudara se tanah airnya sedang memperjuangkan penindasan. Ara pun berusaha lepas dari profesi keartisannya dan ingin kembali ke kampung halamannya.
Dengan terang Ara menyampaikan bahwa dia ingin bebas dan memperjungkan kebebasan bangsanya. Akhirnya dia kembali kepelukan sang ibu. Tentunya memerlukan perjuangan yang cukup sulit.
Kecantikan Ara tidak bisa melepaskannya dari laki-laki hidung belang. Juragan Arab tempat ibunya bekerja sebagai pembantu menyukai paras Ara. Dengan berbagai cara, si juragan ini ingin menikmati tubuh Ara. Bahkan sempat menahan ibu Ara untuk memancing kedatangannya ke rumah juragan Arab itu. Akhirnya, Ara jatuh di tangan juragan tersebut.
Bertahun-tahun Ara dikurung di dalam rumah. Namun, tidak dinikahi oleh sang juragan. Padahal, mereka berhubungan layaknya suami istri. Sungguh menyakitkan hati bagi sang ibu melihat anaknya diperlakukan seperti itu, namun apa dayanya. Dia hanyalah seorang pembantu di rumah tersebut. Ara pun tidak bisa berbuat apa-apa karena dia dilanda penyakit. Dirinya hanya lebih banyak diam. Mau keluar dilarang oleh juragan.
Pada suatu ketika, terdengar bahwa Indonesia telah memperoleh kemerdekaannya. Semua yang bukan berdarah Indonesia harus kembali ke negerinya masing-masing. Si Juragan Arab membujuk Ara agar dia menikah bersama, dengan demikian sah lah dia menjadi warga Negara Indonesia. Tentunya Ara menolak. Dia yang selama ini membenci Juragannya pun kini berani memaki balik. Sang juragan pasrah dan kembali ke negeri Arab tanpa sosok Ara namun tetap bersama cinta Ara yang tertanam dihatinya.
Ara menikmati kemerdekaan. Keberuntungan berpihak padanya, dia bertemu kembali dengan mantan kekasihnya. Ara tidak menyangka bahwa dia masih hidup. Akhirnya, atas restu ibunda Ara, sang mantan menikahi Larasati dan mereka bertiga hidup bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara Ibu dan Pengantinku

Sisi Feminis Alwy Rachman

Maaf